Terhubung dengan kami

News

Penduduk Miskin di Sulsel Meningkat

Dipublikasikan

pada

SIMAKBERITA.COM, MAKASSAR – Jumlah penduduk miskin di Sulawesi Selatan Maret 2020 sebesar 776,83 ribu jiwa, mengalami peningkatan sebesar 17,25 ribu jiwa terhadap September 2019 dan meningkat 9,03 ribu jiwa terhadap Maret 2019. Persentase penduduk miskin pada Maret 2020 sebesar 8,72 persen juga naik sebesar 0,16 poin dari September 2019 dan naik 0,03 poin dari Maret 2019.

Demikian disampaikan Kepala BPS Provinsi Sulsel, Yos Rusdiansyah, SE, MM pada rilis bulanan BPS, via Live Streaming, Rabu (15/7/2020), di Kantor Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan.

Dijelaskan, secara absolut selama periode September 2019 Maret 2020, penduduk miskin di daerah perkotaan mengalami peningkatan 11,41 ribu jiwa, sedangkan di daerah perdesaan juga mengalami peningkatan sebesar 5,84 ribu jiwa. Persentase penduduk miskin di perkotaan dan di perdesaan mengalami peningkatan masing-masing sebesar 0,27 dan 0,07 poin persen.

Komposisi penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan dari tahun ke tahun tidak ada perbedaan yang signifikan. Pada bulan Maret 2020 sebagian besar (77,63 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan, sementara pada bulan September 2019 persentasenya 78,62 persen.

Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh garis kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Selama September 2019 Maret 2020, Garis Kemiskinan mengalami kenaikan, yaitu dari Rp 341.555,- per kapita per bulan menjadi Rp 350.264,- per kapita per bulan atau naik 2,55 persen.

Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan).

Pada bulan September 2019, sumbangan GKM terhadap GK sebesar 75,19 persen, hal yang sama terjadi pada bulan Maret 2020 peranannya juga relatif sama namun sedikit mengalami peningkatan menjadi 75,28 persen. Peranan GKM terhadap GK untuk daerah perkotaan pada bulan September 2019 sebesar 70,78 persen naik menjadi 70,85 persen pada bulan Maret 2020, sementara untuk daerah perdesaan pada bulan Maret 2020 sebesar 78,89 persen, mengalami peningkatan sebesar 0,18 persen dari bulan September 2019 yang sebesar 78,71.

Pada bulan September 2019 untuk daerah perkotaan, sumbangan GKNM terhadap GK sebesar 29,22 persen, sedangkan pada Bulan Maret 2020 yaitu 29,15 persen. Hal yang sama juga terjadi pada daerah perdesaan, pada bulan September 2019 peranannya sebesar 21,29 persen menurun menjadi 21,11 persen pada Bulan Maret 2020.

Komoditi makanan yang paling penting bagi penduduk miskin adalah beras. Pada bulan Maret 2020, sumbangan pengeluaran beras terhadap Garis Kemiskinan sebesar 19,69 persen di perkotaan dan 28,31 persen di perdesaan. Selain beras, barang-barang kebutuhan pokok lain yang berpengaruh cukup besar terhadap Garis Kemiskinan Makanan diantaranya adalah rokok kretek filter (12,27 persen di perkotan dan 12,14 persen di perdesaan), telur ayam ras (3,70 persen di perkotaan dan 3,28 persen di perdesaan), bandeng (3,51 persen di perkotaan dan 4,18 persen di perdesaan), kue basah (2,99 persen di perkotaan), gula pasir (2,46 persen di perkotaan dan 3,33 persen di perdesaan), mie instan (2,36 persen di perkotaan dan 1,89 persen di perdesaan), dan tongkol/tuna/cakalang (2,10 persen di perdesaan).

Komoditi bukan makanan yang paling penting bagi penduduk miskin adalah pengeluaran perumahan. Pada bulan Maret 2020, sumbangan pengeluaran perumahan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 8,71 persen di perkotaan dan 6,91 persen di perdesaan. Selain perumahan, barang-barang kebutuhan non makanan lain yang berpengaruh cukup besar terhadap Garis Kemiskinan diantaranya adalah bensin (3,92 persen di perkotaan dan di perdesaan), listrik (3,63 persen di perkotaan dan 2,31 persen di perdesaan), pendidikan (2,08 persen di perkotaan dan 1,04 persen di perdesaan), dan perlengkapan mandi (1,34 persen di perkotaan dan 0,79 persen di perdesaan).

Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman (Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan) dan tingkat keparahan (Ukuran ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin) dari kemiskinan.

Pada periode September 2019 – Maret 2020, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) cenderung mengalami penurunan. Indeks Kedalaman Kemiskinan mengalami penurunan 0,100 poin yaitu dari 1,628 pada keadaan September 2019 menjadi 1,528 pada keadaan Maret 2020. Sedangkan untuk Indeks Keparahan Kemiskinan juga mengalami penurunan sebesar 0,045 poin yaitu dari 0,434 pada keadaan September 2019 menjadi 0,389 pada keadaan Maret 2020 (Tabel 3). Angka ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin mendekati garis kemiskinan, dan ketimpangan pengeluaran antar penduduk miskin cenderung menurun dibanding periode sebelumnya.

Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di daerah perdesaan jauh lebih tinggi daripada daerah perkotaan. Pada bulan Maret 2020, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk perkotaan 0,694 sementara di daerah perdesaan mencapai 2,168. Nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) untuk perkotaan 0,157 sementara daerah perdesaan mencapai 0,568.

Dapat disimpulkan bahwa rata-rata pendapatan dan ketimpangan kemiskinan di daerah perkotaan lebih baik daripada perdesaan.

Laporan : Fakhruddin

Klik untuk komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terpopuler

error: Content is protected !!