Terhubung dengan kami

Kabar Daerah

Petani Mengeluhkan : Harga Gabah Yang Merosot

Dipublikasikan

pada

SIMAKBERITA.COM, LUWU TIMUR – Para petani sejumlah daerah di kabupaten Luwu Timur mengeluhkan harga gabah yang anjlok dan sulitnya menjual hasil panen gabah.

Salah seorang petani yang enggan disebutkan namanya mengatakan, dua tahun belakangan in jadi waktu yang sangat buruk bagi petani padi

Ia sudah puluhan tahun menanam padi di kecamatan Burau kabupaten Luwu timur. Sekarang padinya sudah masuk masa panen kedua tahun ini, meskinya hasil panennya sudah lebih baik, keluhnya.

Ia mengungkapkan, harga gabah terus mengalami penurunan sejak awal tahun yang juga diduga adanya wacana pemerintah pusat akan melakukan impor beras, sehingga harga gabah terus mengalami kemerosotan.

Selain itu sudah menjadi permasalahan tiap tahun pada masa panen adalah gabah langsung dijual ke tengkulak setelah panen.

“Gabah hasil panen sudah dalam karung, langsung ditimbang dan dinaikkan ke mobil tengkulak,” ungkapnya saat ditemui awak media simakberita.com, Selasa (2/11/2021).

Harga gabah selalu menurun tiap panen, padahal pihaknya mengakui kalau padi yang ditanam adalah jenis Ciherang yang sudah kualitas terbaik. Dalam satu karung hanya ada 115 kg bahkan ada mencapai 130 kg per karung, padahal idealnya kalau jenis Ciherang itu bisa mencapai 140 kg bahkan lebih per karungnya.

Harga gabah satu karung di nilai Rp 400.000 per kuintal, atau Rp. 4.000 per kilogram itu jelas merugikan petani, karena belum dipisahkan dengan biaya sewa doser padi, harga karung, biaya menyulam, ojek gabah dari lokasi panen ke tempat penimbangan, dan belanja servis untuk operator. Petani hanya memperoleh pendapatan bersih senilai Rp. 350.000 per karungnya. Ini tentu jauh dibawah harga pokok penjualan.

Permasalahan yang dialami petani adalah karena petani menjual hasil panen padinya dalam karung, tidak dipisahkan dulu dengan batangnya.

Normalnya, untuk menjual gabah itu ada instruksi presiden, untuk gabah kering giling (GKG) dijual petani ke tengkulak seharga di atas Rp 400.000 per kuintal. Sementara untuk gabah kering panen (GKP) adalah Rp 350.000 per kuintal.

Permasalahan petani ini dibenarkan oleh Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Holtikultura Dinas Pertanian Kabupaten Luwu Timur, Darfan saat dikonfirmasi via WhatsApp, Selasa (2/11/2021).

“Ini yang terjadi di petani, habis panen langsung jual,” tutur Darfan.

Dua tahun terakhir bisa dibilang dua tahun paling remuk bagi petani, ketidakpastian harga gabah sudah dialaminya tahun-tahun sebelum ini. Selain itu, Petani usia 49 tahun ini mengeluhkan kalau hasil panennya menurun musim ini.

“Musim ini hanya bisa dapat 30 karung per hektar, banyak yang dimakan hama, termasuk tikus, selain itu pupuknya susah didapat,” ungkapnya.

Terkait ketersedian pupuk di kabupaten Luwu timur, Berdasarkan laporan penyerapan pupuk subsidi per september 2021i secara keseluruhan baru berkisar 60 % atau 23.200 ton dari jumlah alokasi yang ada yakni 39.209 ton tahun ini. (Sumber dari Dinas Pertanian Kabupaten Luwu timur per September 2021).

Sudah dimakan tikus, datang lagi isu tahunan soal kenaikan harga pupuk, masih pula diperparah karena pandemi covid 19.

“Kami dihajar habis-habisan, sehingga mau berbuat apa-apa itu juga tidak bisa,” keluhnya.

Petani padi di kecamatan Burau, juga seperti halnya di beberapa daerah lain diluwu timur, hasil panen musim ini menurun, juga kesulitan untuk menjual hasil panennya ke pabrik. Mereka harus memulai rantai bisnis yang terdiri dari perantara pedagang besar, pedagang kecil, baru kemudian gabah mereka bisa sampai ke pabrik.

Ia juga mengaku bingung bagaimana menjual gabah atau beras mereka ke Bulog. Selama ini, ia mengakui bahwa tidak ada satupun petugas Bulog yang pernah datang ke rumahnya untuk membeli gabahnya.

“Saya bingung gimana cara jual gabah atau beras ke Bulog, karena selama ini juga petugas Bulog jarang masuk ke tempat kami untuk membeli gabah kami, mestinya mereka turun melihat hasil panen kami” ungkapnya.

Saat dikonfirmasi Lisnah mengatakan terkait membeli gabah petani, pihaknya mengaku bahwa selama ini mitra kerja atau penggilingan yang beli gabah ke Petani kemudian berasnya masuk ke Bulog,” ungkap Lisnah yang menjabat sebagai Kasub Bulog Cabang Palopo saat dikonfirmasi via WhatsApp, Rabu (3/11/2021).

Lisnah juga menekankan bahwa petani sudah punya masing-masing jalur penjualan,” tegas Lisnah.

Petani mengeluhkan kondisi ini dan meminta kepada pemerintah untuk memberikan jalan keluar agar kondisi yang dialami dari oleh petani bisa makin membaik di musim panen berikutnya, apatahlagi bahwa petani padi adalah ujung tombak dari ketahanan pangan nasional, tentunya ini mestinya menjadi perhatian dari pemerintah pusat maupun daerah.

Menurut Darfan mengatakan, terkait dengan hasil panen yang menurun dialami oleh petani karena beberapa hal, kualitas benih yang digunakan kurang bagus, banyak petani yang menggunakan varietas yang tidak direkomendasikan (benih online), benih yang ditanam berulang-ulang, serangan hama terutama tikus, mengingat luwu timur endemik hama tikus, dan terakhir adalah keterbatasan dalam mendapatkan pupuk subsidi,” ungkap Darfan.

Selanjutnya terkait dengan harga gabah yang turun, kata Darfan bisa dipengaruhi beberapa faktor diantaranya, pertama kemampuan pengusaha di Luwu timur untuk menyerap gabah petani hanya berkisar 40 sampai 50 %, selebihnya dari luar sehingga terjadi harga yang tidak stabil, permainan harga biasanya dilakukan oleh para peluncur (calo), yang kedua Petani sudah ada yang menggunakan dana-dana dari pembeli untuk olah lahan, dan yang terakhir adalah Kemampuan bulog untuk menyerap beras dari mitra sangat terbatas,” pungkas Darfan.

Ditambahkannya, agar perlu penguatan modal bagi pengusaha penggilingan padi di luwu timur, dan selain itu butuh peran Lintas sektor misalnya BUMD dalam serapan dan pemasaran beras petani,” kata Darfan (Ibrahim)

Editor : Nasution

Klik untuk komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terpopuler