Oleh: Yuniarti (Mahasiswi Akuntansi Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia Jakarta)
SIMAKBERITA.COM – Pemerintah diharapkan mengevaluasi kembali kebijakan dalam menangani pencegahan penyebaran virus Covid-19. Kebijakan yang telah dilakukan dinilai tak mampu menangkal dengan cepat penyebaran Covid-19. Pmerintah harus segera membuat opsi scenario yang lebih tepat untuk menekan penyebaran virus tersebut.
Berdasarkan data hingga Kamis, 30 April 2019 penyebaran Covid-19 telah merambah ke 30 Provinsi dengan total terinfeksi positif 10118 orang, sembuh 1522 orang, meninggal 792 orang.
Guna mencegah penyebaran Covid-19 yang lebih luas, DKI Jakarta sudah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Ini berlaku efektif mulai 10 April 2020. Salah satu dampak diberlakukannya PSBB, layanan ojek online ikut mengalami pembatasan. Di sebutkan, ojek online, dalam hal ini Gojek dan Grab hanya bisa dimanfaatkan untuk mengantar barang atau pesanan makanan. Dan tepat di hari pertama pemberlakuaan PSBB di Jakarta, layanan ojek online untuk mengantar penumpang/orang hilang dari aplikasi.
Selain itu, pemerintah juga perlu menanggung stimulus kepada 73,5 juta pekerja di jawa dan perhitungan berdasarkan UMP. Stimulus sekitar Rp 300 triliun agar pperusahaan mau merumahkan karyawannya.
“Saya kira dalam situasi keprihatinan seperti ini, akan banyak sektor swasta yang mau ikut membantu dengan tetap memberikan gaji kepada karyawannya selama Covid-19 ini. Pemerintah juga harus menerapkan kebijakan-kebijakan dalam penanggulangan Covid-19 ini untuk kepentingan masyarakat luas. Dalam artian tidak menguntungkan pihak tertentu dan tidak merugikan pihak tertentu.
Di samping kebijakan pemerintah, masyarakat juga harus menaati kebijakan yang sudah di buat oleh pemerintah untuk penanggulangan wabah virus Covid-19 ini, tuturnya.
Dalam situasi dan kondisi yang seperti ini, Presiden Joko Widodo mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk menangani wabah Covid-19 yang saat ini sedang melanda Indonesia. Penyakit yang di akibatkan oleh virus ini tidak hanya mendatangkan masalah di aspek kesehatan masyarakat, namun juga geliat perekonomian mulai dari ranah mikro hingga makro.
Untuk itu, sejumlah kebijakan termasuk stimulus ekonomi di cetuskan oleh Pemerintah dengan memberikan Keringanan biaya listrik, pembatasan sosial berskala besar (PSBB), larangan mudik, keringanan kredit, gelontoran anggaran RP 405,1 T.
Adapun pemerintah mengeluarkan kebijakan PSBB dalam penanganan Covid-19 dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 dan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 11 tahun 2020. Saat ini sudah ada beberapa daerah yang menerapkan PSMM di wilayahnya dengan membatasi berbagai aktivitas masyarakat.
Strategi karantina wilayah dan berbagai pembatasan sudah jelas tidak dapat diterapkan terus-menerus karena konsekuensi ekonomi dan sosialnya akan terlalu besar dan mengganggu.
Apa yang dibutuhkan semua negara yang kini tengah bertarung menghadapi wabah adalah “strategi keluar”, sebuah cara untuk menghentikan berbagai kebijakan pembatasan dan mengembalikan kehidupan normal.
Tapi virus corona tidak akan menghilang dalam waktu dekat. Jika pembuat kebijakan membatalkan berbagai karantina wilayah, jumlah kasus bisa melonjak tajam.
“Kita punya masalah besar dengan apa strategi keluar yang baik dan bagaimana mengakhiri semua ini,” kata Mark Woolhouse, profesor epidemiologi penyakit menular di University of Edinburgh.
“Tidak hanya Inggris, tidak ada satupun negara yang punya strategi keluar,” ujarnya
Pandemic ini merupakan tantangan ilmiah dan sosial yang sangat serius. Melihat kondisi Indonesia sebagai negara berkembang yang ppastinya akan kurang siap dalam menghadapi pandemic yang tak terduga ini, penerapan kebijakan-kebijakan penanggulangan terseut diras sudah bagus untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 ini.